Kamarku, Maret 2007
Malam ini kucoba tumpahkan perasaanku, mencoba melimpahkan semua ganjalan yang ada dalam hatiku, dalam goresan pena, diatas lemabaran putih ini.
Aku bahagia, terlahir dari seorang wanita berhati mulia. Memiliki Ayah yang berwibawa, memimpin keluarga dengan cinta. Memiliki saudara – saudara yang selalu menyayangiku dalam segala suasana.
Hidupku tidaklah berlebihan, tapi cukuplah untuk bertahan. Aku merasa, tidaklah kurang kebahagiaan ini. Betapa Tuhan merahmati hidupku ini.
Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta, dan memiliki prestasi yang lumayan gemilang bagi gadis seusiaku. Aku juga dapat meneruskan pendidikanku ke jenjang yang lebih tinggi, dari hasil jerih payahku sendiri. Oh, betapa banyak kemudahan yang ku dapatkan, tanpa harus melalui kesusahan.
Aku berbahagia……
Semua berjalan normal sebagaimana mestinya. Hingga suatu hari aku “aku mengenalnya” dan itulah awal dari tidak normalnya hidupku. Dia mulai mengisi hari-hariku sebagai sosok seorang “teman baik”. Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan. Hampir setahun aku mengenalnya dan kami semakin dekat. Dan merasa diantara kami ada kecocokan – kecocokan yang membuat kami merasa nyaman.
Dan suatu hari, tiba – tiba dia menyatakan isi hatinya. Dia katakan dia menyukaiku dan mulai mencintaiku. Aku seakan tak percaya. Tapi itu nyata. Akhirnya aku menerima cintanya dan mengijinkan dia mengisi hatiku.
Hari-hariku kini semakin berwarna, bahagia penuh cinta. Semakin hari akupun merasa aku semakin mencintainya. Satu waktu kemudian, dia menyatakan keinginannya untuk menyuntingku, memperistriku dan menjadikanku “Ratu di Kerajaan Hatinya”.
Bertambahlah kebahagiaanku, karena anganku memang untuk bersamanya.
Akhirnya kami putuskan untuk bicarakan rencana kami pada keluarga. Kamipun persiapkan segala rencana. Aku mulai perkenalkan dirinya kepada keluargaku. Pada mulanya, keluarga, terutama orang tuaku sangat ragu untuk menerimanya, dan aku mengerti kenapa.
Dia, kekasihku, bukanlah pria muda seusiaku. Dia adalah laki-laki yang sudah “berusia”. Dan dia bukanlah pria Indonesia, tetapi dia laki-laki asing dari negri yang berbeda.
Ketakutan keluargaku cukup beralasan. Karena aku adalah permata mereka, dan tak mungkin mereka mau sesuatu yang buruk menimpaku kelak. Seperti yang semua orang tahu, banyak sekali pernikahan “lintas negara” yang berakhir dalam kehancuran.
Aku berusaha keras untuk meyakinkan meraka, dan pada akhirnya aku berhasil untuk meyakinkan mereka bahwa aku akan baik-baik saja bersamanya. Dan meyakinkan mereka, dia bisa di percaya.
Tibalah waktunya, dia datang ke hadapan orang tua dan keluarga besarku. Meminangku dan meminta ijin untuk memiliki sebagai istrinya. Lamaran pun terselenggara. Kini sebuah cincin melingkar indah di jari manisku. Sebagai pertanda, hatiku sudah di ikat dalam ikrar yang suci.
Dia memintaku menjaga hati, agar tiada resah di hati kami. Aku menurutinya. Aku begitu menjaga hati ini dari semua godaan laki-laki. Dan pada akhirnya hanya dialah di dalam hatiku. Tak terbagi dan tak ingin ku bagi-bagi.
Kamipun mulai merencanakan hidup kami selanjutnya. Pernikahan…. Ya, menikahlah yang kini menjadi rencana kami.
Tapi….Ternyata menuju suati niat suci, tidaklah mudah. Masalah demi masalah mulai kami hadapi. Pertengkaran-pertengkaran yang bermula dari satu masalah kecil dan akhirnya membesar mulai mewarnai. Hampir-hampir tiada hari tanpa pertengkaran. Kami seakan rapuh, seperti batang kayu yang mulai lapuk, mudah terbakar karena tersulut api.
Setahun pun berlalu, dan aku merasa dia semakin jauh dariku. Tak ada lagi dering telpon darinya ataupun bait-bait sms yang dulu setiap hari dan setiap waktu menemaniku.
Hingga suatu hari, aku mendapat telepon darinya, yang membuat aku merasa “dunia ini berhenti berputar”. Dia berkata semua telah berakhir dan tak mungkin untuk di lanjutkan.
Oh Tuhan…. Apakah kekasihku telah pergi?
Ya…. Dia telah pergi, meninggalkan aku dalam kehancuran tanpa pernah tahu apa dan karena apa. Aku…kehilangan kekasihku.
Aku tak berdaya menghadapinya….
Aku kehilangan cahayaku….dan kini aku begitu lemah
Aku kehilangan kekuatanku…dan kini aku begitu lemah
Aku kehilangan nafasku….dan kini aku begitu sesak
Aku kehilangan warnaku…dan kini aku begitu pucat
Dilema, stress dan depresi. Kondisiku menurun drastis, sehingga kesehatanku mulai terganggu. Akupun menjadi pesakitan. Dalam beberapa bulan aku harus bberapa kali ke Rumah Sakit. Hingga akhirnya, aku terkapar tak berdaya. Aku jatuh Sakit. Aku harus berbaring di sebuah kamar putih, dengan jarum dan selang nelilit tubuhku. 2 minggu lamanya aku di rawat di kamar ini dan hampir saja aku merayakan Idul Fitri di Rumah Sakit. Tapi untunglah, sehari sebelum gema Takbir berkumandang, aku di ijinkan untuk kembali ke rumah.
Terima kasih Tuhan, aku masih di beri cahaya olehMu, melalui kasih dan cinta orang tua dan keluargaku, hingga aku mampu bertahan. Walau kini kondisiku begitu menyedihkan, tak ceria, tak bersemangat, dan aku harus kehilangan begitu banyak berat badanku. Namun cinta mereka mampu merawatku dan memulihkan keadaanku walau membutuhkan waktu yang sangat lama.
Kini aku pulih…walau sebenar-benarnya “aku tak bahagia”. Aku mulai menjalani kehidupanku lagi, aku mulai menta hidup baruku tanpanya. Walau ku akui, tak pernah hilang bayangnya dalam hidupku. Entah kenapa aku masih menantinya dan mengharapkan kedatangannya. Aku berpura-pura bahagia di balik duka. Dan aku selalu menangis di dalam tawa. Semu….namun biarlah begitu. Aku berusaha tegar dan kokoh, seperti karang di lautan yang terhempas deburan ombak.
Beberapa waktu kemudian, dia datang lagi, mengusik hati dan pikiranku. Dia datang lagi dalam hidupku. Aku ingin lari…menjauh darinya…Tapi….Aku tak bisa, semakin aku menghindarinya, semakin aku memikirnya. Yah…aku tak mampu membohongi hati dan perasaanku. Karena dia memang masih ada di hatiku.
Dia ingin kembali lagi dengan segudang permohonan maaf dan berjuta penjelasan menghilangnya dia dariku dulu. Oh,….serasa menguak luka lama. Dia Ingin merajut benang-benang kasih yang pernah putus kembali menjadi permadani hati. Ingin memperbaiki keadaan yang pernah rusak sehingga baik kembali.
Sebenarnya, dia sosok laki-laki yang hampir sempurna dimataku. Ingin sekali aku membencinya, dan saait itu, ingin sekali aku mencacinya dan melampiaskan amarahku kepadanya. Tapi aku tak mampu.
Oh Tuhan, aku harus bagaimana?
Orang-orang di sekitarku pasti menghujatku bila aku menerimanya kembali. Mereka pasti akan membodoh-bodohiku karena memaafkannya setelah apa yang dia lakukan terhadapku. Setelah penderitaan panjang yang ku alami karenanya.
Aku berpikir dan berpikir…. Aku harus mengambil suatu keputusan yang sangat tepat dan akan berpengaruh besar dalam hidupku. Yah, suatu keputusan yang sangat sulit.
Tak dapat kubenci dirinya. Karena bagiku, cinta selalu memaafkan. Aku memaafkannya, namun aku tak dapat menerimanya kembali dalam hidupku. Walau sebenar-benarnya aku masih mencintainya.
Oh Tuhan… ini keputusan yang sangat berat bagiku. Tapi aku tahu, ini yang terbaik untuk hidupku kelak. Karena aku percaya, Tuhan akan memberi yang terbaik untukku. Entah kapan, tapi aku yakin, suatu hari nanti…….
--- Sebuah cerita lama yang ingin aku publikasikan sebagai pelajaran ataupun tolak ukur bagi smua yang mebacanya -----
Saturday, July 5, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment